Kamis, 22 Juli 2021

Nam dan teman-temannya

 

Negeri di Atas Awan



Setiap sore paling asyik naik keatas genteng rumah,

Menyaksikan matahari terbenam.

Siapa gerangan pelukis yang mengecat lagit biru menjadi jingga?

Berawan tipis merah muda dan putih?

Dalam waktu singkat langit menjadi begitu.

***

            Hari ini aku sarapan semangkuk nasi putih dan ayam semur di piring keramik kembang-kembang biru. Semua kulahap sampai habis tak tersisa. Aku semangat sekali menghabiskan sarapan, mau melihat berita di bawah langit. Di bumi kata mereka! Tampaknya hari demi hari mereka menderita di telan oleh orang-orang yang katanya sudah besar.

            Berita porak poranda sampai sana sampai hilang. Ada banyak yang menangis tak karuan, tapi orang-orang yang katanya besar itu ketawa terbahak-bahak. Menikmati daging ditubuh mereka yang lemah. Kan benar ibu bilang, bumi itu tempat banyak orang yang serakah. Kenikmatan dijajal habis-habisan kemudian mereka yang tertindas dibuat seperti tak punya apa-apa. Nam bilang itu negeri para bedebah.

            Ingin sekali mereka kubawa keatas awan, disini biar tenang. Menikmati kembang gula, kue warna orange, pink, coklat, dan cream dan putih juga dan gosong bila perlu dan semuanya sambil minum ale-ale. Lalu kalau siang melihat kebawah awan, melihat mereka yang katanya besar itu saling pukul-pukulan, saling tuduh-tuduhan saling lempar-lemparan atau saling rampas-rampasan yang katanya harta milik mereka itu. Padahal tak bisa di bawa ke Syurga. Kami melihatnya sambil makan popcorn pake lemon tea atau air putih. Kemudian ketawa-ketawa lalu mengumpat kadang-kadang. Disini daging mereka tidak digerogoti perlahan. Mereka disini sudah aman perutnya gak lapar lagi. Soalnya kalau makan lahap sampai perutnya buncit buncit. Mereka juga bisa bermain dengan riang, tidak khawatir hak dan uang mereka diambil. pokoknya disini mereka merasa seperti orang besar dan dibawah kecil-kecil sekali seperti semut yang siap diinjak.

Nam juga bilang, orang-orang dibawah sana yang katanya besar itu suka makan. Mereka suka makan milik orang lain, suka sekali. Oleh karena itu perutnya buncit, tapi isinya kosong. Hati dan otaknya juga kosong kadang-kadang kata Nam. Soalnya mereka suka bingung, banyak pelanga pelongo. Kadang-kadang orang lain berdebat mereka Cuma tidur lalu bangun tidak tahu apa-apa. Nam dan teman-temannya marah. Mereka sudah capek sampai nangis-nangis. Mereka Cuma diam gak bisa apa-apa.

Setiap hari waktu bangun pagi, semuanya berubah. Senin berubah, selasa-minggu berubah seperti bunglon. Seperti yang Nam bilang, mereka suka bingung seperti baru mengenal nama Bumi. Oleh karena itu  Nam pindah ke atas awan. Kata Ibu disini tidak ada orang yang katanya besar seperti itu. Disini sama, sama-sama kecil. Karena setiap hari minum ale-ale. Nam dan teman-temannya sudah gak capek lagi. Soalnya sudah tidak di Bumi. Dan sudah lupa dengan orang yang besar. Dulu kata ibu, orang yang merasa besar dan suka mengambil hak milik orang lain itu akan masuk Neraka. Jadi Nam dan teman-teman diam dan memperhatikan saja, dari atas awan.

Lalu aku kembali makan bersama Nam dan teman-temannya pakai Sayur asam. Ibu yang masak, pakai uang ibu yang hari ini katanya banyak. Oleh karena itu ibu ajak Nam dan teman-temannya makan. Kami makan di mangkuk kembang-kembang pakai air putih yang rasanya tawar tidak pake ale-ale. Aku, ibu, Nam dan teman-temannya sudah bahagia pakai banyak. Kami jadi lebih bersyukur disini karena tidak disana lagi.

_Selesai_

Related Posts:

1 komentar: