Negeri
di Atas Awan
Setiap sore paling
asyik naik keatas genteng rumah,
Menyaksikan matahari
terbenam.
Siapa gerangan pelukis
yang mengecat lagit biru menjadi jingga?
Berawan tipis merah
muda dan putih?
Dalam waktu singkat
langit menjadi begitu.
***
Hari ini aku sarapan semangkuk nasi putih dan ayam semur
di piring keramik kembang-kembang biru. Semua kulahap sampai habis tak tersisa.
Aku semangat sekali menghabiskan sarapan, mau melihat berita di bawah langit. Di
bumi kata mereka! Tampaknya hari demi hari mereka menderita di telan oleh
orang-orang yang katanya sudah besar.
Berita porak poranda sampai sana sampai hilang. Ada banyak
yang menangis tak karuan, tapi orang-orang yang katanya besar itu ketawa
terbahak-bahak. Menikmati daging ditubuh mereka yang lemah. Kan benar ibu
bilang, bumi itu tempat banyak orang yang serakah. Kenikmatan dijajal
habis-habisan kemudian mereka yang tertindas dibuat seperti tak punya apa-apa. Nam
bilang itu negeri para bedebah.
Ingin sekali mereka kubawa keatas awan, disini biar tenang.
Menikmati kembang gula, kue warna orange, pink, coklat, dan cream dan putih
juga dan gosong bila perlu dan semuanya sambil minum ale-ale. Lalu kalau siang
melihat kebawah awan, melihat mereka yang katanya besar itu saling pukul-pukulan,
saling tuduh-tuduhan saling lempar-lemparan atau saling rampas-rampasan yang
katanya harta milik mereka itu. Padahal tak bisa di bawa ke Syurga. Kami melihatnya
sambil makan popcorn pake lemon tea atau air putih. Kemudian ketawa-ketawa lalu
mengumpat kadang-kadang. Disini daging mereka tidak digerogoti perlahan. Mereka
disini sudah aman perutnya gak lapar lagi. Soalnya kalau makan lahap sampai
perutnya buncit buncit. Mereka juga bisa bermain dengan riang, tidak khawatir
hak dan uang mereka diambil. pokoknya disini mereka merasa seperti orang besar
dan dibawah kecil-kecil sekali seperti semut yang siap diinjak.
Nam
juga bilang, orang-orang dibawah sana yang katanya besar itu suka makan. Mereka
suka makan milik orang lain, suka sekali. Oleh karena itu perutnya buncit, tapi
isinya kosong. Hati dan otaknya juga kosong kadang-kadang kata Nam. Soalnya mereka
suka bingung, banyak pelanga pelongo. Kadang-kadang orang lain berdebat mereka Cuma
tidur lalu bangun tidak tahu apa-apa. Nam dan teman-temannya marah. Mereka
sudah capek sampai nangis-nangis. Mereka Cuma diam gak bisa apa-apa.
Setiap
hari waktu bangun pagi, semuanya berubah. Senin berubah, selasa-minggu berubah
seperti bunglon. Seperti yang Nam bilang, mereka suka bingung seperti baru
mengenal nama Bumi. Oleh karena itu Nam
pindah ke atas awan. Kata Ibu disini tidak ada orang yang katanya besar seperti
itu. Disini sama, sama-sama kecil. Karena setiap hari minum ale-ale. Nam dan
teman-temannya sudah gak capek lagi. Soalnya sudah tidak di Bumi. Dan sudah
lupa dengan orang yang besar. Dulu kata ibu, orang yang merasa besar dan suka
mengambil hak milik orang lain itu akan masuk Neraka. Jadi Nam dan teman-teman
diam dan memperhatikan saja, dari atas awan.
Lalu
aku kembali makan bersama Nam dan teman-temannya pakai Sayur asam. Ibu yang
masak, pakai uang ibu yang hari ini katanya banyak. Oleh karena itu ibu ajak
Nam dan teman-temannya makan. Kami makan di mangkuk kembang-kembang pakai air
putih yang rasanya tawar tidak pake ale-ale. Aku, ibu, Nam dan teman-temannya
sudah bahagia pakai banyak. Kami jadi lebih bersyukur disini karena tidak
disana lagi.
_Selesai_
Teringat masa lalu suka minum Ale Ale wkwk
BalasHapus