Senin, 09 Agustus 2021

sudut desa

 

Langit Biru

Oleh Alby Anzalia Siregar



Setiap sore paling seru duduk diteras rumah

Minum teh manis dengan putu bambu dari mamang putu bambu

Menyaksikan langit yang dari biru kemudian menjadi jingga

Dan dalam waktu singat, disetiap sore,

Langit selalu menjadi begitu

***

            Aku Niskala gadis umur 12 tahun yang tinggal disudut desa. Hari-hariku adalah hari dimana menyelinap masuk sekolah kemudian bantu ibu berkebun dan pergi kepasar untuk menjual daun sirih hasil panen pak Sapardi tetangga sebelah. Uangnya bisa kutabung atau kupakai beli putu bambu atau juga bisa kupakai untuk beli buku bekas diseberang pasar. Disamping rumah si Andi temanku.

            Aku Niskala yang ingin seperti capung, bisa terbang bebas. Kemudian bawa ibu pergi kemanapun dan bercerita kepada teman-teman bahwa ada kehidupan yang lebih dari ini diluar sana. Tapi itu nanti dulu, sebab aku adalah aku yang hanya ingin temani ibu kepasar. Makan sayur asam dimangkuk kembang-kembang atau menunggu mamang putu bambu.

            Esok katanya, harus jauh lebih baik dari hari ini! Kemudian esok setelah pulang sekolah aku ajak Andi dan teman-teman yang lainnya bantu pak Sapardi untuk memetik sirih. Belakangan ini daun sirih pak Sapardi tumbuh lebat-lebat, ia kebingungan memanennya sendiri, oleh karena itu aku ajak Andi dan lainnya. Kemudian pak Sapardi senang, karena ada yang bantu. Aku, Andi, Pak Sapardi dan teman-teman yang lain kegirangan karena panen banyak sirih juga pasti dapat uang lebih untuk jajan besok pagi, beli putu bambu.

            Tidak sampai disitu, tiba-tiba Ibu datang. Bukan untuk membantu tapi memberikan kue getuk buatan ibu hasil panen dari belakang rumah. Kami berterima kasih kepada Ibu, karena tahu perut kami sedang lapar. Kami menikmati getuknya sambil minum teh manis hangat buatan pak Sapardi tapi kurang manis. Hari itu kami nikmati sambil bercerita dengan pak Sapardi.

            Kata pak Sapardi “Hidup ini harus dinikmati, dijalani dan disyukuri. Kalianpun yang sedang tumbuh belajarlah untuk saling mengasihi dan peduli satu sama lain.” Aku, Andi dan teman-teman mengangguk senyum. Kami mengerti. Sebab kami adalah pengikut petuah pak Sapardi. Hari-hari didesa adalah hari yang sangat menyenangkan.

            Kalian tahu kenapa menyenagkan? Sebab disini hati kami senang. Bisa main layang-layang, panen ubi, mancing dikolam bapak Nam di kampung sebelah atau kami juga bisa petik mangga milik pak Nam. Pak Nam tidak marah, sebab ia bukan orang yang pelit. Ia adalah seorang yang murah hati dan gemar berbagi. Sebab itu kami suka main ke rumah pak Nam setelah pak Sapardi. Ditempat Pak Nampun kami suka makan. Makan ikan hasil tangkapan, biasanya kami nikmati sampai kenyang sampai perut buncit-buncit. Begitulah hari-hari kami diisi.

Malam hari aku andi dan teman-teman lainnya bawa senter pergi berjalan sedikit jauh untuk pergi mengaji. Malam itu kami isi dengan banyak ilmu agama dengan mengaji, hafal ayat pendek kemudian membaca nama-nama nabi atau malaikat, atau sifat-sfiat nabi atau banyak hal lain lagi. Aku, Andi dan teman-teman yang lainnya tidak boleh bermain saat mengaji sebab nanti atok marah lalu ia kaluarkan bambu panjang untuk menakut-nakuti kami. Tapi kami tidak takut, sebab kami anak baik yang menurut dan tidak mudah marah. Tapi itu kadang-kadang. Karena kami tetap tumbuh menjadi seorang yang berubah kadang-kadang.

Pulang mengaji, kami langsung pulang. Karena bagaimanapun di desa malam hari sangat sunyi. Kata ibu, dahulu kala ada kunti berjalan kesana kemari. Tapi aku percaya itu hanya cerita khayalan ibu saja agar kami tidak pergi berkeluyuran malam hari keluar rumah. Intinya kami tidak takut, tapi kami tidak ingin keluar rumah setelah pulang mengaji. Dan untuk menghabiskan malam, aku sering bercerita dengan ibu. Sebab kami hanya tinggal berdua. Kami berusaha berbahagia dengan apa yang ada. Ibu adalah pengganti bapak saat ia sudah meninggal. Sebab ibu adalah bapak dalam satu tubuh. Aku rindu bapak, sebab itu aku kirim doa-doa yang panjang berharap bapak dengar.

Kata ibu “kita harus bersyukur sebab dunia bukan milik seseorang saja. Nanti kita akan berdamai dengan kehilangan dan menyadari bahwa semua yang sudah terjadi akan Tuhan gantikan.” Dulu, waktu ibu bilang itu aku menangis. Karena ibu mencoba senyum, ia kuat. Ibu adalah ibu seorang pahlawan dalam hidupku. Ibu adalah ibu yang pandai masak sayur asam juga yang lainnya kalau aku mau. Ibu adalah ibu yang ingin aku bawa terbang jauh kemanapun. Sebab ibu dihatiku, dihidupku.

Kemudian, begitulah hari-hariku diisi. Aku adalah aku yang ingin terbang bebas sampai keawan-awan, aku adalah aku yang menulis pakai pena tutup ice cream. Hari-hariku disini dengan Ibu, minum teh manis hangat, menyaksikan mamang putu bambu lewat depan rumah, bunga seruni, dan lain-lainnya. Aku bersyukur disini, karena kami kecil-kecil pandai bersyukur.

Aku selalu merindukan hari-hariku di lembah dekat rumah. Nyanyian tenggoret, kodok dan menunggu panen kacang panjang, daun ubi, kunyit, lengkuas, jeruk purut dan semua-semuanya yang menjadi ramai. Merayakan hujan turun dari langit bergemuruh. Kalau sudah begitu riuh, jalan menjadi becek membuat aku, Andi dan teman-teman lainnya terpeleset terpental-pental sampai punggung sakit. Disini tidak pernah sepi. Sebab Andi dan anak lelaki lainnya suka main bola, lompat dan lari sana sini. Terkadang pakai suara teriakan, marah-marahan lalu baik-baikan. Begitulah, hari-hari kami diisi yang berjalan lambat dan tenang. Walaupun begitu aku, Ibu, Andi, Pak Sapardi, Pak Nam dan yang lainnya selalu berbahagia, Mamang Putu bambu juga berbahagia. Sebab tiap hari Tuhan datang dini hari, beri kami Rezeki. Dengan demikian, kami bisa hidup, kami bisa bersekolah, berjualan kemudian makan dimangkuk kembang-kembang pakai Sayur asam buatan ibu. Hangat sekali.

 

-Selesai-

           

 

Biodata Penulis

            Hallo, perkenalkan nama saya Alby Anzalia Siregar atau biasa disapa Alby. Lahir di kisaran pada tanggal 15 Februari 1997. Gemar membaca, menulis dan memasak. Beberapa karya lainnya telah hadir di berbagai media lain dan untuk cerita “Langit Biru” adalah yang pertama hadir disini. Alby bisa kalian temui di Instagram atas nama : alby.anzalia: Facebook: Alby Anzalia Siregar; Email: albyanzaliasiregar@gmail.com ; Blog: www.alby-anzalia-blogspot.com . cerita ini akan membawa kalian berkelana kekehidupan masa lalu kemudian melihat kalian kedalam yang sekarang. Sebab hidup adalah sebuah keajaiban yang harus disaksikan. Untuk siapapun yang membaca berbahagia selalu, terhibur kemudian suka. Sekian dan terimakasih. Salam hangat dari Alby J



Related Posts:

  • sudut desa Langit Biru Oleh Alby Anzalia Siregar Setiap sore paling seru duduk diteras rumah Minum teh manis dengan putu bambu dari mamang putu bambu … Read More
  • ^_^ Perupa Alby Anzalia Siregar Siapa gerangan dibalik pagi? Berpita manis seperti boneka, Berdiri tegap serupa puan pengembara Siapakah gera… Read More
  • Memaknai Kemerdekaan di Masa Pandemi  Memaknai Kemerdekaan di Masa Pandemi! Oleh : Alby Anzalia Siregar                    &n… Read More
  • Sebuah Catatan- Perjalanan Oleh : Alby Anzalia Siregar            Mungkin pernah ada masa di mana aku bukanlah aku… Read More
  • Venus dan Desa Bulan dalam Dekapan Oleh Alby Anzalia Siregar    Kita bukan apa-apa, yang aka… Read More

0 komentar:

Posting Komentar