Perupa
Alby
Anzalia Siregar
Siapa gerangan dibalik
pagi?
Berpita manis seperti
boneka,
Berdiri tegap serupa puan
pengembara
Siapakah gerangan
dibalik Jingga?
Bila benar ia, hendak
kubawa melihat lembah
***
Pukul 10 pagi lewat lima belas menit hari ini, pak pos
bawa berita tentang surat yang sampai. Dalam amplop berawarna putih berpita
manis seperti gadis kecil yang bermain di depan rumah. Ini adalah ribuan surat
yang berkali-kali dikirim sejak tiga tahun lalu. Isinya tak lebih dari
puisi-puisi yang indah serupa senyum yang kupuja-puja.
Katanya Selatan ramai sekali seperti ibu kota. Ia makan
sayur asam buatan ibu lengkap dengan teh bunga talang yang di petik di
pekarangan rumah. Kemudian ia mengayuh sepeda ingin kerumah pak Pram mengambil
belimbing wuluh untuk dijualkan ke pasar. Ia melewati hamparan sawah yang luas,
jalanan yang sepi dan rumah-rumah kecil pembuatan tembikar.
Katanya hari-harinya serupa kupu-kupu cantik yang
terbang, bebas. Ia bisa menghirup udara segar dengan lapang, menikmati segala
hal yang datang tanpa khawatir. Ia merasa seperi memeluk bumi. Mendekap
matahari sehangat cakrawala kemudian memiliki hati selapang langit nan luas
diatas sana. Katanya, ia benar-benar bahagia.
Kemudian esoknya, Ia buat roti kering tanpa gula. Ia
makan bersama Ibu, kak Ann dan anak-anak desa pakai susu kedelai buatan kak
Ann. Setelahnya mereka beramai-ramai mengecat tembok rumah yang mulai usang,
menyenangkan! Makan nasi padang dilesehan pakai air putih. Kalau lelah mereka
tukar diri kemudian nyanyi ilang satu ilang dua dan ilang tiga kemudian
seterusnya. Pakaian-pakaian yang awalnya bersih itu sudah dilumuri cat
warna-warni. Tapi mereka senang sampai joget-joget. Katanya hari itu, ia terasa
dipeluk.
Namun ia sudahi hanya sampai disitu saja. Sebab esoknya ia
mau pergi berpetualang. Cari kunang-kunang dilembah Anai sambil mendengar air
mengalir dari sungai hilir. Ia pakai sepatu besar katanya berat. Kemudian pakai
kemeja kotak-kotak lengkap dengan sweather, jeans dan topi bundar ala-ala pak
Tani diseberang jalan. Katanya ia ingin pergi tanpa merencanakan apapun. Lalu
pulang bawa banyak hal. Tentang matahari terbit, cerita malin kundang, dongeng
ngarai sianok, tentang indahnya awan di atas gunung. Lalu pergi berjalan kaki
kekebun teh melihat ibu-ibu canitk yang lenitk memetiki pucuk daun teh. Katanya
hari-harinya indah, seindah melihat lembaran foto-foto yang berhasil aku kirim.
Dan... aku bangkit dari meja bacaku. Surat terakhir sudah
selesai, giliran aku membalasnya untuk dikirim kembali. Aku bilang, tidak ada
yang istimewa hari ini seperti biasa. Tapi sayang, aku selalu mengingatnya
seperti jumpa pertama. Sepasang mata berpendar seperti cahaya bola lampu, hidup
dan benderang. Kamu yang bercerita tentang bulan dan musim panen. Mendengar
kabar tanggal dari angin, kita yang bersepeda sampai atas bukit. Mungkin karena
aku yang berjalan kekotamu, menyalakan keberanian yang kelak dirayakan dari
warung nasi padang lalu termahsyurlah segala hal baikmu.
Tapi selain itu, hari ini aku hendak menyebrangi gerimis.
Melewati depan toko-toko kemudian menepi pada sebuah atap dan membiarkan
segalanya seperti sedia kala. Selatan sering kubayangkan tidak jauh. Tebak?
Dulu siapa yang sering memesan es kelapa muda sampai suka dengan mamang es
kelapanya. Tapi aku cemburu, kemudian aku meminta monyet saja untuk memanjat
pohon kelapanya kemudian memberikannya untukmu. Aku tertahan disana, sampai
terisak porak poranda. Nanti setelah badai di kepalaku berlalu, segalanya akan
kulanjutkan. Namun senyum dan cerita tentangmu akan tetap semula.
Apalagi ya? aku bingung. Sebab disini tidak ada Ibu, Kak
Ann, Pak Pram, dan anak-anak desa. Disini hanya ada aku dan ikan lele berkumis
punya badan besar dan berat, tapi malas. Ia Cuma tidur didalam air, mau aku
goreng tapi sayang. Kamu tahukan bagaimana kalau aku sudah sayang pada sesuatu
walaupun ia gak berguna. Seperti si Lele! Tapi jangan khawatir disini ada anak
namanya utun ia temanku makan indomi di mangkuk kembang-kembang, teman ku
melukis dan mencari ubi di belakang rumah. Utun adalah temanku, tapi tidak
untuk layang-layang. Sebab aku sudah besar, ia masih kecil. Seperti keledai.
Aku sudahi saja sampai disini, karena aku ingin jadi ranger putih sama Utun. Mau
bekerja sampai pagi,sampai kami ngantuk-ngantuk. Sampai bapak penjual bakpau
lewat dari depan rumah. Sampai Ibunya si Utun bilang Hallo ini sudah pagi
menjelang siang. Intinya sampai perut kami merasa lapar kembali. Baca surat ini
pakai “hahahaha” ya! karena harus ketawa. Kalau tidak aku ulang lagi. Lebih
dari ini. Jadi dibaca, mohon dibaca pakai ketawa! Maaf jika aku kasar, tapi aku
rindu tentang perupa dibalik jingga. Gerangan siapa Ia, adalah perempuan yang
habiskan bakpau milikku padahal sisa satu. Tapi bagaimanapun, tak menghilangkan
rasa sayangku.
Tentang
Perupa
Kita selalu sarapan
mentari
Mengahangat besama
suasana
Disuguhkan dengan
kesungguhan
Kita adalah penikmat
penjual koran yang berjalan kaki
Pak Pos pengirim surat
Nasi padang di atas
lesehan
Surat-surat yang di
tulis pakai pena tutupnya model ice cream
Kita adalah kita
Yang merayakan hari
tanpa kue dengan gula-gula
Sebab aku ingin,
Membacakan banyak puisi
untukmu sayang
Sampai pagi
Sampai kita tidak mampu berbicara apa-apa lagi
***
Tentang
Setelahnya
Hallo aku adalah Si pemilik Nama
lengkap Alby Anzalia atau biasa disapa Alby. Lahir di Kisaran pada tanggal 15
Februari 1998 tapi sayang dipalsukan menjadi 1997 katanya dulu anak-anak yang mengikuti
UN harus lebih tua padahal tidak punya pengaruh apa-apa. Hobiku membaca,
menulis dan memasak. Aku adalah pembaca yang menikmati ale-ale, penulis yang
menyukai pena tutup ice cream. Aku adalah aku yang ingin hidup kemudian terbang
bebas sampai ke awan-awan. Melihat bumi dengan segala rupa bentuknya. Aku adalah
aku yang meneguk teh manis di pagi hari, tidak ada yang berbicara, tidak ada
tuan rumah, tidak ada tukang koran, hanya ada embun di bunga seruni dan aku.
Aku selalu merindukan hari-hariku di
lembah dekat rumah. Nyanyian tenggoret, kodok dan kacang panjang, daun ubi,
kunyit, lengkuas, jeruk purut dan semua-semuanya yang menjadi ramai. Merayakan
hujan turun dari langit bergemuruh. Kalau sudah begitu riuh, jalan menjadi
becek membuat kami terpeleset terpental-pental sampai punggung sakit. Oh ya..
kamarku tidak pernah sepi. Selalu penuh dengan suara anak-anak main bola,
lompat sana sini, kemudian oleng karena lelah kemudian aku tenggelam
didalamnya. Lain kali ketika kalian kesini, aku ingin buatkan sayur asam manis
dengan buatan tangan ini dan memerkannya kepada kalian yang datang, kalau
kalian mau.
Dan sudah yang terakhir kalinya, aku
ingin sampaikan kabar baik seperti bulan-bulan berpendar diatas cahaya. Katanya
tulisan-tulisan yang ada di blogku ini sebagian akan hadir di Media Hipwee yang
akan bergabung dengan penulis lainnya. Terimakasih aku ucapkan, mari kita rayakan
dengan minum ale-ale dan makan kue kering warna merah, kuning, hijau dipiring
kembang-kembang kemudian meilhat capung beterbangan di pekarangan luas gerangan
entah siapa pemiliknya. Aku tutup dan
ucapkan maaf serta terimakasih. Sekian dariku, kupeluk erat sampai
terpental-pental, karena begitu bahagianya.
-SELESAI-
0 komentar:
Posting Komentar