Here
About You
Oleh: Alby Anzalia Siregar
-2017-
Bagian mana dari dirimu
yang tidak aku ketahui?
Hampir tidak ada.
Sedikitpun, celah yang
terlewat. -Bara
***
Fitur wajahnya benar-benar Angelic. Bola matanya indah,
seperti kepingan almond bewarna coklat, bening dan meneduhkan, sempurna dengan
kulit kuning langsatnya yang cerah. Dia cantik, tanpa pernah berusaha cantik.
Senyumnya tak pernah dibuat-buat, lebar dan memperlihatkan gigi kelincinya yang
tak sempurna. Tapi justru itu yang membuatnya semakin menarik.
“Hello. Aku Nana. Anak Visual Art yang ruangannya belok
kiri lalu lurus terus sampai pagi. Eh bukan, bukan.” –Nana
“Oh hai. Aku Bara. Anak seni rupa yang ruangannya tepat
disebelahmu.” –Bara
“Oh ya?” –Nana
“Iya.” –Bara (tersenyum)
***
Kamu tahu Na? Waktu itu saat aku memilih untuk
benar-benar menjadi lelakimu kemudian mendatangimu dan membawamu pergi. Aku
masih ingat senyummu yang tetap melengkung seperti bocah mungil itu, yang tak
akan pernah bisa berhenti untuk aku kagumi. Lalu kita berbagi mimpi kita
masing-masing dari balik khayalan-khayalan yang kita bangun berdua.
Denganmu aku tahu segalanya akan baik-baik saja. Seperti
rumah yang selalu bersih dan rapi setiap kali kamu ada tetapi kacau balau saat
kamu tidak disana. Seperti malam-malam yang selalu menenangkan saat mendengarmu
tertawa. Ah, surga serasa sebuah tempat di bumi ketika kamu dan aku duduk
berdua di trotoar jalan sambil menikmati makanan-makanan yang dijual pedagang
kaki lima.
Entah mengapa Na, kadang-kadang aku merasa tidak layak
mendapatkanmu. Tetapi, mungkin kita memang dua orang yang beruntung. Yang
terjebak dibawah temeram bulan,
sementara kaki kita menginjak rumput untuk menikmati hidup pada bab-bab
yang kita rasa sulit. Tanpa musik, tanpa lagu. Dan kita menahan lapar pada saat
itu. Dan kamu tahu Na, kita adalah kisah
cinta yang tak benar-benar sempurna.
“Na, pernah sekali aku melayangkan sebuah doa. Untuk
meminta bersamamu selalu.” –Bara
“Kemudian?” –Nana
“Seperti ditegur waktu. Aku mengingatmu.” –Bara
“Oh ya? Aku fikir seorang Bara tak pernah berlaku
sehangat itu.” –Nana (Tersenyum)
***
-2018-
Dulu didepan ruangan
Mereka tersenyum dan saling terdiam –Nana
***
Hallo, ini cerita dari
Nana untuk Bara.
Aku selalu kagum dengan seseorang yang selalu konsisten
dengan apa-apa yang ia cintai. Seperti ia mencintai pekerjaanya. Walaupun
dengan kondisi yang pas-pasan. Penghasilan tak seberapa, belum lagi pengeluaran
yang makin hari makin mengangkasa, namun ia tetap menikmatinya dengan hati.
Benar adanya bahwa tak selamanya kebahagiaan di ukur dengan materi
dan tak selamanya pula kebahagiaan harus berbalas dengan hal-hal nyata yang
harus ada. Tak selamanya seperti itu.
Karenanya aku disini,
mengikutimu. Seorang Bara-
“Bara, aku tahu kamu kuat. Tapi kamu tak selalu kuat.
Kamu tidak boleh selalu kuat. Kamu harus punya lubang kelemahan yang bisa
ditambal oleh orang lain. Kamu harus memberikan orang lain kesempatan untuk
berarti dalam hidupmu, membangun keutuhan bersamamu.” –Nana
“Aku tetap akan baik-baik saja Na. Selama kamu masih ada
didalamnya. Aku tak akan apa-apa.”-Bara
“Tapi Bara...” –Nana
03.30
Suatu
hari nanti, yang tersisa darimu hanyalah kata-kata di laman biruku dan selembar
perasaan yang terlipat rapi di dada ini. Dulu sekali, aku bilang bahwa aku
pelupa yang akut. Tapi tentangmu, aku
pengingat yang baik. Entah bagaimana caranya.
Jarak
dan waktu selalu saja berusaha menggerogoti setiap memori yang kusimpan di
kepalaku, dengan atau tanpa izin. Tapi, ingatan tentangmu pengecualian. Dan
kamu tahu Bara, bahwa aku memprediksi
kemungkinan lain. Bahwa selama ini semua cerita tentangmu tak kusimpan di
kepala. Melainkan dalam hati atau ruang suci yang terkunci ini.
“Na,
sepertinya hidup ini akan indah jika kita mewarnai memori kita dengan hal-hal
yang membahagiakan. Apalagi jika aku bisa melakukannya denganmu, selalu.” –Bara
“Indeed. Barangkali 10 tahun lagi, kita akan mereka
ulang kejadian-kejadian ini. Saat itu
mungkin usia kita sudah 40-an tetapi kita masih muda.” –Nana (tertawa)
***
Dari Bara dan Nana
Kadang kita perlu lagu gembira, untuk memberi tahu dunia
betapa bahagia warna cinta kita. Kadang kita perlu lagu sendu, untuk jemari
saling bertaut, punggung saling bersandar, sementara hati masing-masing
mendzikirkan rindu yang bisu. –Bara
Kadang kita perlu kesunyian, untuk kembali ke masa lalu
atau berkelana ke masa depan, merayakan Syukur atau membentangkan mimpi-mimpi
setinggi gemintang. –Nana
Tetapi kadang kita tidak perlu apa-apa. Sebab kita sudah
cukup saling memiliki. Satu sama lain. –Bara & Nana
“Bara, tahu tidak. Dulu sekali waktu pertama kali; aku
pernah mengikuti langkahmu. Memunguti setiap jejak kakimu untukku simpan
sendiri. Berharap saat kamu tak tau harus kemana lagi, kamu akan menoleh
kebelakang dan menemukanku.” –Nana
“Dan saat itu, kamu tidak pernah bilang bahwa kamu
mencintaiku. Justru aku berbalik yang mengejar kamu.” –Bara
“Kadang kala, orang yang paling mencintaimu adalah orang
yang tidak pernah menyatakan cintanya kepadamu Bara. Karena takut nanti kamu
berpaling dan memberi jarak. Dan mungkin bila suatu saat dia pergi, kamu baru
menyadari bahwa dia adalah cinta yang tidak pernah kamu sadari.” –Nana
“Syukurnya sebelum kamu pergi, aku sudah menyadari itu.”
–Bara (Tertawa)
“Oke. I see.” –Nana (Tertawa)
Saat sang surya teriakkan lelah, lewatkan bayangan senja,
Ia berbisik, senyummu bahagiaku. Aku sudah melihat jutaan senja, tapi tak ada
satupun yang lebih indah daripada melihatmu sebagai sore yang sederhana. Diri
ini tersadar, ada yang membuat hati terasa hangat, yaitu tawa kecilmu saat kita
bercengkrama di atas balkon dengan senja indah yang menemani. –Bara
Selalu kucoba rekam. Nuansa yang timbul darimu dan hujan.
Hangat yang tercipta dari tetes-tetes dingin. Juga harum tubuh yang lelapkanku
di antara keramaian. Selalu kucoba paham. Apa hubungan antara kamu dan hujan.
Dan bagaimana bisa kamu mematikan. Mengambil pandanganku dengan limpahan
kebaikan. –Nana
Senja tidak pernah iri pada fajar. Bulanpun tidak pernah
berharap menjadi mentari. Dan aku Bersyukur bisa mengisi relung hatimu sampai
saat ini. –Bara & Nana
-To Be Continue-
0 komentar:
Posting Komentar