Senin, 05 Juli 2021

Sebuah Antalogi Rasa

  

Here About You

Oleh: Alby Anzalia Siregar



-2017-

Bagian mana dari dirimu yang tidak aku ketahui?

Hampir tidak ada.

Sedikitpun, celah yang terlewat. -Bara

***

            Fitur wajahnya benar-benar Angelic. Bola matanya indah, seperti kepingan almond bewarna coklat, bening dan meneduhkan, sempurna dengan kulit kuning langsatnya yang cerah. Dia cantik, tanpa pernah berusaha cantik. Senyumnya tak pernah dibuat-buat, lebar dan memperlihatkan gigi kelincinya yang tak sempurna. Tapi justru itu yang membuatnya semakin menarik.

            “Hello. Aku Nana. Anak Visual Art yang ruangannya belok kiri lalu lurus terus sampai pagi. Eh bukan, bukan.” –Nana

            “Oh hai. Aku Bara. Anak seni rupa yang ruangannya tepat disebelahmu.” –Bara

            “Oh ya?” –Nana

            “Iya.” –Bara (tersenyum)

***

            Kamu tahu Na? Waktu itu saat aku memilih untuk benar-benar menjadi lelakimu kemudian mendatangimu dan membawamu pergi. Aku masih ingat senyummu yang tetap melengkung seperti bocah mungil itu, yang tak akan pernah bisa berhenti untuk aku kagumi. Lalu kita berbagi mimpi kita masing-masing dari balik khayalan-khayalan yang kita bangun berdua.

            Denganmu aku tahu segalanya akan baik-baik saja. Seperti rumah yang selalu bersih dan rapi setiap kali kamu ada tetapi kacau balau saat kamu tidak disana. Seperti malam-malam yang selalu menenangkan saat mendengarmu tertawa. Ah, surga serasa sebuah tempat di bumi ketika kamu dan aku duduk berdua di trotoar jalan sambil menikmati makanan-makanan yang dijual pedagang kaki lima.

            Entah mengapa Na, kadang-kadang aku merasa tidak layak mendapatkanmu. Tetapi, mungkin kita memang dua orang yang beruntung. Yang terjebak dibawah temeram bulan,  sementara kaki kita menginjak rumput untuk menikmati hidup pada bab-bab yang kita rasa sulit. Tanpa musik, tanpa lagu. Dan kita menahan lapar pada saat itu.  Dan kamu tahu Na, kita adalah kisah cinta yang tak benar-benar sempurna.

            “Na, pernah sekali aku melayangkan sebuah doa. Untuk meminta bersamamu selalu.” –Bara

            “Kemudian?” –Nana

            “Seperti ditegur waktu. Aku mengingatmu.” –Bara

            “Oh ya? Aku fikir seorang Bara tak pernah berlaku sehangat itu.” –Nana (Tersenyum)

***

-2018-

Dulu didepan ruangan

Mereka tersenyum dan saling terdiam –Nana

***

Hallo, ini cerita dari Nana untuk Bara.

            Aku selalu kagum dengan seseorang yang selalu konsisten dengan apa-apa yang ia cintai. Seperti ia mencintai pekerjaanya. Walaupun dengan kondisi yang pas-pasan. Penghasilan tak seberapa, belum lagi pengeluaran yang makin hari makin mengangkasa, namun ia tetap menikmatinya dengan hati. Benar adanya bahwa  tak  selamanya kebahagiaan di ukur dengan materi dan tak selamanya pula kebahagiaan harus berbalas dengan hal-hal nyata yang harus ada. Tak selamanya seperti itu.

Karenanya aku disini, mengikutimu. Seorang Bara-

            “Bara, aku tahu kamu kuat. Tapi kamu tak selalu kuat. Kamu tidak boleh selalu kuat. Kamu harus punya lubang kelemahan yang bisa ditambal oleh orang lain. Kamu harus memberikan orang lain kesempatan untuk berarti dalam hidupmu, membangun keutuhan bersamamu.” –Nana

            “Aku tetap akan baik-baik saja Na. Selama kamu masih ada didalamnya. Aku tak akan apa-apa.”-Bara

            “Tapi Bara...” –Nana

03.30

            Suatu hari nanti, yang tersisa darimu hanyalah kata-kata di laman biruku dan selembar perasaan yang terlipat rapi di dada ini. Dulu sekali, aku bilang bahwa aku pelupa yang  akut. Tapi tentangmu, aku pengingat yang baik. Entah bagaimana caranya.

            Jarak dan waktu selalu saja berusaha menggerogoti setiap memori yang kusimpan di kepalaku, dengan atau tanpa izin. Tapi, ingatan tentangmu pengecualian. Dan kamu tahu Bara,  bahwa aku memprediksi kemungkinan lain. Bahwa selama ini semua cerita tentangmu tak kusimpan di kepala. Melainkan dalam hati atau ruang suci yang terkunci ini.  

            “Na, sepertinya hidup ini akan indah jika kita mewarnai memori kita dengan hal-hal yang membahagiakan. Apalagi jika aku bisa melakukannya denganmu, selalu.” –Bara

            “Indeed.  Barangkali 10 tahun lagi, kita akan mereka ulang kejadian-kejadian ini. Saat  itu mungkin usia kita sudah 40-an tetapi kita masih muda.” –Nana (tertawa)

***

Dari Bara dan Nana

            Kadang kita perlu lagu gembira, untuk memberi tahu dunia betapa bahagia warna cinta kita. Kadang kita perlu lagu sendu, untuk jemari saling bertaut, punggung saling bersandar, sementara hati masing-masing mendzikirkan rindu yang bisu. –Bara

            Kadang kita perlu kesunyian, untuk kembali ke masa lalu atau berkelana ke masa depan, merayakan Syukur atau membentangkan mimpi-mimpi setinggi gemintang. –Nana

            Tetapi kadang kita tidak perlu apa-apa. Sebab kita sudah cukup saling memiliki. Satu sama lain. –Bara & Nana

            “Bara, tahu tidak. Dulu sekali waktu pertama kali; aku pernah mengikuti langkahmu. Memunguti setiap jejak kakimu untukku simpan sendiri. Berharap saat kamu tak tau harus kemana lagi, kamu akan menoleh kebelakang dan menemukanku.” –Nana

            “Dan saat itu, kamu tidak pernah bilang bahwa kamu mencintaiku. Justru aku berbalik yang mengejar kamu.” –Bara

            “Kadang kala, orang yang paling mencintaimu adalah orang yang tidak pernah menyatakan cintanya kepadamu Bara. Karena takut nanti kamu berpaling dan memberi jarak. Dan mungkin bila suatu saat dia pergi, kamu baru menyadari bahwa dia adalah cinta yang tidak pernah kamu sadari.” –Nana

            “Syukurnya sebelum kamu pergi, aku sudah menyadari itu.” –Bara (Tertawa)

            “Oke. I see.” –Nana (Tertawa)

            Saat sang surya teriakkan lelah, lewatkan bayangan senja, Ia berbisik, senyummu bahagiaku. Aku sudah melihat jutaan senja, tapi tak ada satupun yang lebih indah daripada melihatmu sebagai sore yang sederhana. Diri ini tersadar, ada yang membuat hati terasa hangat, yaitu tawa kecilmu saat kita bercengkrama di atas balkon dengan senja indah yang menemani. –Bara

            Selalu kucoba rekam. Nuansa yang timbul darimu dan hujan. Hangat yang tercipta dari tetes-tetes dingin. Juga harum tubuh yang lelapkanku di antara keramaian. Selalu kucoba paham. Apa hubungan antara kamu dan hujan. Dan bagaimana bisa kamu mematikan. Mengambil pandanganku dengan limpahan kebaikan. –Nana

            Senja tidak pernah iri pada fajar. Bulanpun tidak pernah berharap menjadi mentari. Dan aku Bersyukur bisa mengisi relung hatimu sampai saat ini. –Bara & Nana

 

-To Be Continue-

 

 

  

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar