Jumat, 21 November 2025

Sebuah Perjalanan

 

Di Antara Mawar dan Cahaya yang Pulang

Di taman mawar, bunga-bunga bermanuver menuju sinar matahari musim dingin dan suara air terjun kolam koi yang memikat membuatmu berpikir ia jatuh cinta padamu. Kau tak melawan—kau sudah selesai (setidaknya untuk sementara) dengan dunia "biasa" itu. ― Tom Hillman, Digging

Hari itu, kau datang bukan untuk mencari apa pun kau hanya ingin berhenti sejenak dari riuh pikiranmu yang tak pernah tidur. Dunia terasa berat, terlalu ramai, terlalu menuntut, dan kau mulai kehilangan dirimu di tengah semua suara yang bukan milikmu. Maka kau melangkah masuk ke taman mawar itu, tempat yang entah bagaimana terasa lebih jujur daripada manusia mana pun yang kau temui belakangan ini. Udara musim dingin memelukmu dengan cara yang tak hangat, tapi juga tak dingin hanya cukup untuk mengingatkan bahwa kau masih hidup.

Di sana, bunga-bunga mawar tidak sekadar tumbuh mereka seperti makhluk lembut yang memahami perjuanganmu. Kelopak-kelopaknya miring, bergerak pelan, “bermanuver” menuju seberkas sinar matahari pucat. Seolah mereka ingin menunjukkan: meski cahaya hanya sisa, tetaplah bergerak ke arahnya. Melihat itu, dadamu yang selama ini sesak perlahan mengendur. Kau mulai merasakan sesuatu yang lama hilang ketenangan. Suara air terjun di kolam koi berjatuhan lembut, seperti alunan nada yang dicipta hanya untukmu. Riaknya memantulkan cahaya samar, dan pada pantulannya kau melihat bentuk dirimu yang lebih jernih, lebih tenang, lebih utuh.

Di momen itu, kau merasakan sesuatu yang sulit dijelaskan. Bukan perasaan yang biasanya datang dari manusia; bukan cinta yang penuh harap atau takut kehilangan. Ini lebih… sunyi. Lebih damai. Seperti taman itu, dengan segala keheningan dan musim dinginnya, memiliki cara halus untuk mencintaimu tanpa suara. Dan kau tidak melawan.

Untuk pertama kalinya sejak lama, kau membiarkan dirimu diterima. Kau membiarkan dirimu dicintai oleh sesuatu yang tidak meminta apa pun darimu. Kau membiarkan bahumu terjatuh, hatimu terbuka, dan dunia “biasa” yang selalu membuatmu lelah… kau tinggalkan di belakang, walau hanya untuk sementara. Di tengah mawar-mawar itu, kau menemukan sesuatu yang nyaris terlupakan dirimu sendiri. Dan ketenangan yang kau biarkan masuk, pada akhirnya menuntunmu untuk merangkai kata-kata yang sejak lama ingin keluar, tetapi tak pernah menemukan jalannya.

Lalu, Pada malam yang dingin tapi terasa hangat ini kutuliskan puisi yang ingin kubaca sendiri.

Pelan pelan dengan tenang pun dengan lantang…

 

Di taman mawar yang dingin dan sunyi,

aku menemukan diriku kembali—

bukan sebagai bayang-bayang yang lelah,

melainkan sebagai tubuh yang ingin disembuhkan.

 

Bunga-bunga itu bergerak menuju cahaya,

seolah mengajariku tentang harapan

yang tidak pernah sepenuhnya hilang—

hanya menunggu untuk dipanggil pulang.

 

Air terjun berbisik di antara batu,

menyebut namaku dengan irama lembut,

seakan berkata: bertahanlah,

bahkan saat dunia terasa terlalu besar.

 

Aku berdiri di sana—

membiarkan cinta paling sunyi memelukku.

Tidak dalam bentuk tangan,

tetapi dalam bentuk ketenangan

yang menyelinap ke dalam dada tanpa izin.

 

Dan untuk sesaat,

aku berhenti mencari tempat untuk kembali—

karena aku sadar,

aku telah menemukannya di sini.

 

Di taman itu,

di antara mawar-mawar yang tak menyerah pada musim,

aku belajar mencintai kembali diriku

yang pernah hilang di tengah kebisingan dunia.

 

Dan ketika aku melangkah pergi,

aku membawa serta cahaya kecil itu—

cahaya yang berkata:

“Kau layak untuk tenang.

Kau layak untuk pulang.

Kau layak untuk cinta yang lembut.”

Anzalia

0 komentar:

Posting Komentar