Sabtu, 19 Juli 2025

Pertengahan

 

Fragments of Being



            Setengah tahun datang, akhir tahun akan pulang, 2025 pergi menghilang, 2026 tiba tiba mendesak untuk diberi peluang. Apakah kau pernah membaca kutipan indah dari langit yang melindungi yang ditulis oleh Paul Bowles? Ia begitu menenangkan kemudian membuat hening demikian. Serupa ilalang yang melambai di sore hari dibawah langit yang amat sangat manis dan magic.

            Ia mengatakan bahwa “Di depan matanya terbentang langit biru yang ganas – tak ada yang lain. Sejenak ia memandanginya. Bagai suara dahsyat yang menggelegar, langit itu menghancurkan segala yang ada di benaknya, melumpuhkannya. Seseorang pernah berkata kepadanya bahwa langit menyembunyikan malam di baliknya, melindungi orang di bawahnya dari kengerian yang ada di atas. Tanpa berkedip, ia terpaku pada kekosongan yang pekat, dan derita mulai menjalar dalam dirinya. Kapan saja robekan itu bisa terjadi, tepiannya terhempas kembali, dan rahang raksasa itu akan tersingkap.”

Di depan matanya, terbentang langit biru yang luas pun ganas dalam diamnya. Tak ada awan. Tak ada burung. Hanya kekosongan yang menggantung begitu rendah, seolah hendak menelannya bulat-bulat. Aku berdiri lama, nyaris tak bernapas, seperti seseorang yang tengah menunggu sesuatu pecah atau bahkan lenyap. Seseorang pernah berkata kepadaku bahwa langit menyembunyikan malam di balik warnanya untuk menjaga manusia dari kegelapan sejati yang mengintai di atas.

Tapi pagi ini, aku merasa langit itu sudah terlalu tipis. Bagai tabir yang siap robek kapan saja. Pikiranku kosong, tapi jantungku berdegup dengan ngeri. Bukan karena ada yang mengejar tapi karena tak ada apa pun. Tak ada suara. Tak ada makna. Tak ada arah. Aku tahu, barangkali dunia tidak pernah berjanji akan memberi arti. Barangkali semua ini hanya terjadi begitu saja kehidupan yang mungkin melemparkanku ke sini, ke tempat yang bahkan tidak pernah sama sekali terlintas dan dipilih. Lalu, rasa sakit itu datang. Bukan luka. Bukan cedera. Tapi semacam derita yang merambat dari dada ke kepala menyusup ke relung yang tak pernah bisa dijangkau siapa pun. Derita karena hidup terlalu diam. Terlalu tak masuk akal.

Namun, diantara waktu yang bergerak yang aku tahu namaku pernah berarti sesuatu. Pernah menjadi panggilan yang hangat dari bibir ibu, pernah tercatat di ijazah, pernah ditulis dengan spidol hitam di meja sekolah yang kini sudah berdebu. Aku bangun setiap pagi, menatap cermin, dan menemukan mata yang asing mata seseorang yang menunggu sesuatu tanpa tahu apa yang ditunggu. Setiap hari, aku berjalan. Tidak menuju sesuatu, hanya agar tidak diam. aku melewati orang-orang, kendaraan, poster iklan kebahagiaan, dan wajah-wajah yang sibuk bersembunyi dari kehampaan yang sama. Dunia terasa seperti panggung tanpa naskah. Semua orang bermain tanpa tahu apa adegannya.

Aku tak pernah benar-benar menemukan jawaban yang mutlak. Tidak ada cahaya dari langit yang tiba-tiba menyinari jalan. Tidak ada suara dari langit yang memberinku petunjuk. Tapi, perlahan, Aku mulai berdamai. Aku belajar bahwa tak semua pertanyaan harus dijawab beberapa cukup direnungkan. Bahwa makna bukan sesuatu yang ditemukan, melainkan dibentuk, hari demi hari, lewat hal-hal kecil: secangkir kopi hangat, tawa anak kecil di jalan, percakapan dengan orang asing, atau keheningan yang ia peluk sendiri.

Kini, setiap langkah bukan lagi pelarian, tapi pilihan. Aku masih berjalan, tapi tak lagi kosong. Dunia tetap absurd, tetap sunyi, tetap tak pasti. Namun, Aku tidak lagi takut. Karena dalam diriku, telah tumbuh sesuatu yang lembut yaitu penerimaan. Langit biru itu masih terbentang di atasnya. Tapi kini, Aku tak lagi melihatnya sebagai jurang yang menakutkan. Aku melihatnya sebagai kanvasluas, bebas, dan tak berbatas seperti hidup itu sendiri.

Langit biru itu masih terbentang di atas kepalaku. Luas. Ganas. Tak terjamah. Seperti dahulu. Tapi entah mengapa kini terasa berbeda. Bukan lagi sebagai ancaman, bukan lagi sebagai lubang kosong yang siap menelan tanpa ampun. Langit itu kini diam dalam cara yang menenangkan, bukan membekukan. Aku berdiri di bawahnya, tak lagi menghindar. Dulu, setiap ketakpastian membuatku sesak.

Aku ingin semuanya pasti, semuanya jelas. Namun, hidup tak pernah menjanjikan hal itu. Aku mencarinya di luar pada orang lain, pada kepercayaan, pada tujuan yang dibuat-buat. Tapi semua berakhir sama: kosong. Sekarang Aku tahu, bukan jawabannya yang berubah. Akulah yang kini melihat segalanya secara berbeda. Aku telah menjadi peziarah dalam labirin batin sendiri jatuh, merangkak, dan terdiam terlalu lama di tikungan-tikungan sunyi yang tak dikena. Aku menyapa luka-lukanya satu per satu, bukan untuk menaklukkannya, tetapi untuk mengenal siapa diriku di dalam luka-luka itu.

Dalam sunyi yang pernah begitu menyiksa, Aku perlahan menyadari bahwa keheningan bukan musuh, melainkan cermin yang jujur. Tak ada kilatan mukjizat. Tak ada tokoh bijak yang datang menuntun tanganku. Hanya hari-hari sepi, suara hujan yang turun diam-diam, dan napas yang tetap berjalan meski segala hal terasa runtuh. Kini, hidup bukan lagi teka-teki yang harus dipecahkan melainkan tanah yang harus dijalani, langkah demi langkah, dengan sadar. Aku tak lagi memaksa dunia memberiku arti. Aku sendirilah yang kini menciptakan makna dari keterhubungan yang sederhana, dari keberanian untuk tetap bangun meski tak tahu ke mana harus melangkah.

Aku menengadah ke langit. Tepiannya tak lagi menggigilkan. Rahang raksasa itu telah menjadi gerbang. Gerbang menuju kebebasan. Bukan kebebasan dari dunia. Tapi kebebasan dalam diri. Kebebasan untuk menjadi, untuk merasakan, untuk gagal, dan tetap hidup. Dan dengan napas yang dalam, Aku berkata dalam hati bukan kepada siapa-siapa, hanya kepada diri yang kini lebih utuh:

“Aku mungkin tak akan pernah tahu segalanya. Tapi aku tak lagi takut untuk hidup tanpa tahu. Karena setiap detik yang kulalui dengan jujur, adalah jawabanku sendiri.”

Langkahku pelan, namun pasti. Di ujung senja, bayanganku mungkin berjalan Bersama diriku sendiri yang sangat ingin kupeluk. Yang ku tahun, tak ada sorak, tak ada sorotan. Hanya sepasang mata yang kini tak lagi mencari ke luar. Ia pulang ke dalam.

Dan langit… akhirnya terasa seperti rumah.

continue reading Pertengahan

Rabu, 23 Oktober 2024

Before 2024 End-

 

My Journey

 



Di tahun 1949, Paul Bowles dalam novel tempat berlindung dibawah langit ia mengatakan bahwa “Karena kita tidak tahu kapan kita akan mati, kita jadi menganggap hidup sebaai sebuah sumur yang tiada habisnya padahal segala sesuatu terjadi dalam kurun waktu tertentu dan dalam jumlah yang amat sangat kecil. Berapa kali lagi kau akan mengingat suatu sore tertentu dalam hidupmu seperti ini, Suatu sore yang merupakan bagian terdalam dari dirimu sehingga kau tidak bisa memikirkan hidupmu tanpanya. Mungkin empat atau lima kali lebih banyak? Atau bahkan tidak? Berapa kali lagi kamu akan menyaksikan purnama terbit? Mungkin dua puluh, namun semuanya tampak tak terbatas.”Jadi suau hari, Jauh disuatu kota di dalam cuaca yang berbeda-beda, aku menulis jurnal harianku untuk dijadikan kenangan dalam hidupku, dalam sebuah tulisan dan kata-kata.

Diusiaku yang ke 26 ini, Tuhan menyelipkan hadiah padaku yaitu seoarang bayi mungil yang membuat perasaanku acak-acakan. Ia menyelinap menjadi bagian-bagian yang paling hangat pun menjadi bagian yang paling menggembirakan. Kau tahu bagaimana rasanya? Seperti memasukkan aneka permen coklat kedalam toples, berwarna-warni. Ia lengkap dengan suara gelak tawa, tangis, pun kesal yang tak berkesudahan.

Hari dimana ia menjadi penghiburanku, dalam senang, luka pun sedihku. Aku tidak pernah membayangkan Pagi, siang dan sore yang sederhana itu menjadi hal yang paling hangat saat ia membutuhkanku. Aku membawa banyak perasaan untuk menuliskan ini, bisa jadi senang ataupun sedih barangkali? Ini akan menjadi bait tulisan yang acak-acakan karena aku menuliskannya menjadi potongan-potongan kecil yang entah berantah. Sebab aku menuliskannya, saat ia tengah tertidur.

Aku pikir ini adalah hari-hari pertama yang aku takuti, namun ternayat hari yang membuatku bersemangat setiap harinya. Aku akan melakukan banyak hal, mengerahkan semua tenagaku untuk membuat hidupnya berarti pun untuk membuatku menjadi satu sosok yang dibutuhkan. Aku menikmatinya, meski terkadang perasaan sepi itu kerap muncul.

Aku menikmati suara gelak tawa ditengah dapur saat aku memasak. Aku menikmati suara tangisan yang hadir saat aku tengah bekerja. Aku menyukai rambutku yang acak-acakan, pakaianku yang lusuh dan rautku yang tidak tertata. Aku suka menyaksikan matahari terbit dan terbenam pun begitu aku menyukai menyambut hari yang akan dimulai pun berakhir.

Aku membayangkan bunga-bunga bermekaran dihatiku, ia tampak begitu amat bewarna warni. Hariku terisi menjadi begitu riuh dan mendalam. Hidup tidak akan pernah menjadi sempurna, tapi akhir-akhir ini aku ingin menjadikannya sempurna. Menempatkan setiap kenangan menjadi sesuatu yang hangat dan indah.

Aku adalah ibu yang bekerja dirumah, aku menghabiskan waktuku full dirumah bersamanya. Tidak bertemu siapapun atau bersentuhan dengan mereka, menjadi bagian yang terjadi padaku. Tapi, tak membuatku menjadi sesuatu yang tidak diperlukan, Aku membawanya melintasi sore yang hangat pun pagi yang menyenangkan. Aku membawanya menyaksikan anak-anak bermain dan bergembala satu sama lain dan Aku membawanya menyaksikan berbagai rupa raut wajah manusia lain. Benar adanya, ia tak akan mengingat ini, tapi aku percaya ia akan merasakannya secara emosional.

Perjalanan ini adalah proses untuk mencapai tujuan yang hangat dan menenangkan. Ia adalah hadiah tersendiri yang aku syukuri. Hari-hari bersamanya adalah caraku belajar, Caraku bersabar, dan caraku menjadi berarti. Pada malam saat bulan tertidur dan kembang mekar pada pagi hari, aku tidak ingin banyak hal dan hanya kata cukup.

 

 

_Anzalia_

 

continue reading Before 2024 End-

Jumat, 15 September 2023

                          Duaribuduapuluh Yang Sudah Berlalu








15 Septemberi 2023,



Aku ingin terus menulis, 

Dan mencatat hal-hal sederhana yang terjadi di sekitarku.

Aku ingin mencatat tanggal ulang tahun Ibu, 

Tanggal ulang tahun Adikku, 

Resep masakan yang menyenangkan, 

Judul-judul lagu, 

Nama anak yang bagus,

Puisi-puisi yang ditulis dalam semalam.


Aku ingin membekukan waktu dan

Kenangan bahagia dalam sebuah blog

Yang senantiasa bisa menjadi kompas ingatan.


Aku ingin menggantungi kertas,

Dan buku harian.



Aku menyukai hidup..

Karena kami sering melakukan permainan, tidak selalu menang

Namun aku dan kehidupanku mampu berjalan beriringan. 

Setelah semua berlalu aku berjanji menuliskannya, 

Dan tertawa lebih banyak lagi, bersamanya.

Aku tetap mencintainya, meski tak selalu menang.


continue reading

Sabtu, 22 Oktober 2022

October

 

Sepetak Kenangan Bersama Ibu

Oleh : Alby Anzalia Siregar


Siapa yang datang?

Hallo?

Siapa disini?

Oh ya kamu?......

 

            Hari ini aku akan pergi membawa surat kabar dari Paman Doli. Katanya hari ini adalah hari yang baik. Oleh sebab itu aku berlari jingkrak kesana kemari. Kau tahu? Aku tinggal sendirian sebatang kara disini sebab keluargaku sudah lama mati. Aku pernah menangis iya menangis kemudian paman Doli datang memelukku. Katanya kita semua akan pergi dan bermatian sebab penduduk bumi dan seisinya adalah kepemilikan Tuhan. Kita bukan apa-apa karena bukan apa-apa.

            Hari dimana aku akan menangis adalah hari dimana aku merindukan Ibu. Merindukan Semangkuk sayur asam dimangkuk kembang-kembang. Merindukan suara serdadu malang jika aku ingin tertidur. Di dapur suara mangkuk berjatuhan atau Ibu memanggil “Leeee. Hari-hari tidak ada Ibu adalah hari kesedihan sepanjang masa ia akan benar-benar mati semati-matinya.

            Jika aku bilang aku baik baik saja mungkin tidak akan pernah menjadi benar-benar baik. Sebab hatiku sepenuhnya dibawa Ibu. Oh iya aku ingat!! Aku pernah diajak Ibu ke Pasar membeli Cabai juga Ikan Kembung kesukaan. Ia menitipkanku uang untuk kubelikan gulali. Namun kau tahu apa yang aku lakukan? Aku membelikannya permen nano-nano kesukaan Ibu. Sebab jika tidak makan permen nano-nano Ibu akan marah semarah-marahnya setiap hari. Dulu aku pikir jika tidak melihat ibu marah maka akan membuat hatiku tenang. Namun ternyata sebaliknya.

            Sebab aku akan selalu merindukan Ibu. Sebab hatiku ingin Ibu disini bersama malam-malam yang panjang. Sebab aku merindukan Ibu ketika tengah duduk dipekarangan menunggu mamang putu Bambu. Sebab sekarangpun Mamang Putu Bambu akan selalu merindukan Ibu. Ibu benar-benar hilang disini namun aku mendengan suara Tuhan. Katanya Ibuku tengah menari di Syurga. Ia menitipkanku pada Tuhan. Katanya Ibuku sudah bahagia disana lebih bahagia daripada di Bumi.

            Jika memang benar kata Tuhan, aku akan benar-benar berbesar hati. Nanti jika aku mati juga akan aku bawakan Permen nano-nano kesukaan Ibu. Agar ibu tetap menyanyi dan menari ditengah Syurga. Dan aku akan menjadi lebih bahagia sebab bertemu Ibu. Sepertinya Paman Doli akan kesusahaan. Kau tahu kenapa? Sebab tak akan ada yang membawakannya Surat Kabar.

            Paman Doli yang baik hati, Terimakasih. Sebabmu aku, Ibu menjadi kuat sampai yang sekarang ini. Janji aku tidak membawakanmu tenggoret lagi agar kau menyayangiku selalu.

 

-Tamat-

           

continue reading October

Minggu, 14 Agustus 2022

About Season

 

Her Flowers


Inilah rahasia hidup,

Ingatlah mawar yang kau tanam,

di taman sepanjang tahun,

Mereka akan mengajarimu,

Betapa manusia harus layu

Gugur

Tumbuh

Kuncup agar mekar kembali-

            Tahun telah usai, kugelar tiga ratus enam puluh lima hari yang lalu di atas permadani. Pada bulan inilah kuputuskan untuk meluruhkan segala penghalang mimpi. Pada hari inilah aku tak akan pernah mau lagi mengasihani diriku sendiri. Pada minggu inilah aku tidur di taman yang sangat indah. Pada musim yang begitu amat sangat panjang ini, kuperas habis seluruh keraguanku. Kupajang kebaikan hati mereka yang datang, Ku ganti kalender. Pada bulan inilah aku menari sampai hatiku kembali mengapung di atas air. Pada musim panas ini kutinggalkan semua cermin dari dinding yang begitu banyak mencemooh aku. Tak perlu lagi aku memperlihatkan diriku agar merasa dikasihani.

            Kulipat hari-hari terbaik dan kusimpan baik-baik semuanya di saku celanaku. Kunyalakan lilin. Kubakar habis yang tak perlu. Dan aku tangguh dan bijak  seperti yang baru. Dan lalu kau tahu? ada hari-hari ketika bernapas saja sudah membuat kita lelah. Tampaknya menyerah kepada hidup akan lebih mudah. Gagasan tentang menghilang akan membuatmu tenang. Sudah lama aku tersesat di tanah tanpa matahari. Tanpa bunga-bunga. Tapi sesekali ditengah kegelapan muncullah apa-apa yang kucintai dan membuatku hidup kembali, menyaksikan langit penuh bintang dan tawa renyah bersama kawan lama.

            Seorang pembaca mengatakan bahwa tulisanku pernah menenangkan hatinya. Padahal aku saja berjuang menenangkan hidupku sendiri. Hidup memang sulit bagi kita semua. Dan pada saat-saat seperti itulah hidup seperti merangkak keluar dari lubang jarum. Bahwa kita mesti menahan hasrat untuk mengalah kepada kenangan pahit. Menolak tunduk kepada bulan-bulan dan tahun-tahun terburuk. Karena mata kita mendambakan perayaan di muka bumi. Ada begitu banyak permukaan lautan biru dan jernih yang belum kita selami. Ada pula keluarga, sedarah. maupun pilihan. Dalam perjalanan satu hal yang aku sadari bahwa tempat ini bukanlah milik kita, dan kita adalah penumpang disini.

            Mari kita nikmati apapun yang Tuhan beri dan merawatnya dengan amat begitu ramah. Agar mereka yang datang selepas kita akan merasakan hal yang sama. Dan mari kita temukan matahari kita sendiri. Tumbuhkan bunga-bunga kita sendiri. Semesta mempersembahkan cahaya. Selagi ayat-ayat masih mampu di gaungkan, mari kita nikmati dengan khidmat.

continue reading About Season

Minggu, 24 Juli 2022

One Of

 

Day Just Be Day Like Everyday

Alby Anzalia Siregar

               If I become like this will I become like that? If I become like that will it become like this? We will always look for ways to try to walk in other people's shoes until whenever. Perhaps we are never quite satisfied with ourselves. Or we always feel disappointed with the mess we often make. We will always have a gap to change ourselves into someone else who even though he was never quite worthy and suitable for us. However, realizing in the end that we are the ones who hurt ourselves the most, not him, not them and no one else.

               Today, I went far enough to celebrate the day. Walk through time slowly. Maybe She will sink, dim, and then be forgotten, that's how short her time is and the stories She builds. But it will live very brightly in your mind who live it. That's how I live my day.

Nothing is the same every day. Feelings of insecurity and doubt are the ones we might win. But aren't you tired? always guilty? But that's okay. Maybe the essence of human being was created to accommodate all the sins of sweat and sadness that we received and then with the hope of each one if only we could go straight to His Heaven.

               Maybe the day will just be a day without any events and without any feelings. Then we will be very grateful in any way if only the feeling of sadness has passed, failure has passed and the wound has healed. We will feel really happy because we are surrounded by people who love us very much and we love very much.

               Lately, I've changed my point of view. Changing every wish that I have now fulfilled. When asked happy? of course I'm happy. How can you not see that the sky is still so beautiful when you look at it, the water is so clear when you wash it, the resting place is still so comfortable to live in. Don't forget that I have someone who makes me very grateful and happy with an open heart for whatever reason, it is enough to teach me lessons and teach each other like the most magnificent house lives in my heart and my mind.

               I found myself completely. I love myself more than anyone else loves me. I'm happy not playing. instead of the role that I took very very much made me shine for me. So, what do I need? I don't need anything else. In addition to fulfilling all my requests for good wishes, May the people I love, including those who love me, be bestowed with so much love by Him.

               Then realized after that I was walking, Home

 


continue reading One Of

Kamis, 30 Juni 2022

#Part II

 

We Find of Name is God

Oleh : Alby Anzalia Siregar



            Kita pernah mengumpat pada satu celah, mengeluh dan tak ingin berbenah. Kita menjadi seburuk-buruknya manusia yang pernah hadir karenaNya. Pun pernah menjadi susunan puzzle yang berantakan tidak pernah tepat sasaran dan tujuan kita menjadi seseorang yang amat mencintai keburukan. Baiklah, dalam durasi yang begitu lama ini haruskah kita ingatkan keburukan-keburukan yang pernah terjadi? atau menuliskan sungguh begitu manis Tuhan pada setiap momentum yang kita lewatkan.

            Hari ini, diruang petak yang begitu sempit ini atau mungkin celah kamarmu yang kerap kali benderang karena pantulan cahaya matahari yang menyeringai masuk mari lihat sebait atau sepatah ingatan yang membuatmu menjadi sangat bersyukur setinggi gemintang. Sungguh betapa Tuhan begitu manis untuk setiap momen yang datang pada hidup setiap masing-masing kita. Kita tidak pernah benar-benar bisa menjadi begitu baik setiap harinya meski begitu melekat hati kita amat penuh mencintai kebaikan itu sendiri. Mungkin tanpa sadar kita penuh mendapatkan penolakan. Akan tetapi dalam kekhawatiran penuh Ia selalu mengirimkan sedikit kebahagiaan untuk kita, meski sedikit. Jadi apa yang bisa kita lakukan untuk itu?

            Kemudian, Aku bangun dengan udara yang memupuk amat sangat lapang dipekarangan luas dibawah langit diatas tanah. Kita begitu hidup dibuatNya. Aku kembali menemukan hal-hal baru yang membuat aku bersemangat semenjadinya. Mandi dengan air yang cukup bersih, mengenakan pakaian yang cukup bagus dan nyaman, mengisi perut dengan makanan seadanya kemudian bekerja atau mengambil peran menjadi sebenar-benarnya menjadi Manusia.

            Hari ini akan ada kesalahan, kesedihan, kebahagiaan. Esok dan seterusnya apalagi. Ia akan tetap berjalan seperti sedia kala. Pun dari itu ia beri banyak warna dan cerita sebab sampai matipun ia tetap menyala dan dikenang oleh manusia. Hidup adalah tentang menyadari bahwa kita ada dan melakukan hal-hal yang membuat kita benar-benar hidup dan melekat dihati orang lain.

            Aku menitipkan sesuatu dalam pesan yang sangat acak ini, tentang segala hal yang bergelimang dikepala hati mungkin juga perilaku yang kerap terjadi bahwa terkadang kemewahan tidak ada hubungannya dengan uang. Menjalani kehidupan mewah dimulai dengan pikiran, andil Tuhan dan juga doa-doa yang tengah kita sematkan. Ada tujuh hari dalam seminggu kemudian Lima puluh dua minggu dalam setahun semoga kau menemukan banyak hal baik, pembelajaran juga mengajarkan tentang penerimaan, pengertian dan perasaan maaf pada banyak hal lalu dilimpahkan begitu banyak cinta dan kasih sayang olehNya.

            Angin saat fajar selalu memiliki rahasia untuk memberitahumu untuk memulai hidup baru dengan perasaan yang sama seperti yang kita lakukan dibulan-bulan sebelumnya. Kehidupan adalah sesuatu yang tidak pernah pasti jadi mulailah lakukan hal yang lebih penting lagi untuk memperlihatkan kasih sayang dan cinta pada orang lain. Menerima apapun tentang dirimu walaupun itu sangat buruk. Kita adalah orang yang penuh dengan keburukan dan dosa tidak peduli seberapa sering ingin menghindari itu. Tapi Tuhan selalu kembali tunjukkan betapa manisnya Ia pada setiap momen yang terjadi.

            Kita adalah seseorang yang selalu berada pada kegelapan tapi cobalah menemukan hal-hal yang membuat kita menjadi benderang. Dimanapun kita berada, semoga kita mampu temukan hal-hal yang indah meski dalam kesedihan. Seperti menemukan sesuatu yang relevan dengan Tuhan atau berbuat baik dengan penuh pengharapan agar esok kita mampu menjadi lebih berbahagia dan tenang daripada hari ini. dan kemudian kita menemukan kehidupan atas nama Tuhan.

            “Kita selalu dekat dengan doa dan renungan serta pengharapan, Semoga Tuhan hapuskan rasa sedih melalui mata kita sendiri. Juga memberikan kebahagiaan yang tak luput atas IzinNya. Setiap jengkal rasa sakit, sedih, bahagia akan berlalu. Dan perjalanan masa depan yang paling baik adalah perjalanan menemukan Tuhan itu sendiri.”

-Anzalia-

 


continue reading #Part II