Tempat
Aku Berhenti dan Kembali Menemukan Diri
Oleh Anzalia
Sejak
hari pertama aku memeluknya, hidupku terasa berubah arah. Aku pernah memiliki
daftar panjang tentang hal-hal yang ingin kukejar, tempat-tempat yang ingin
kudatangi, dan mimpi-mimpi yang kubangun dengan penuh semangat. Namun, ketika
tubuh kecil itu diletakkan di dadaku, seakan semua daftar itu menepi sendiri,
memberi ruang pada sesuatu yang jauh lebih lembut dan lebih penting.
Anakku
lahir dengan tangis yang membuat dadaku bergetar, seolah dunia memberi tanda
bahwa dari hari itu, aku memiliki peran baru yang tak pernah benar-benar
kupersiapkan, tetapi langsung kupeluk sepenuh hati. Rasanya seperti memulai
hidup dari halaman pertama kembali, tapi kali ini dengan warna yang tak pernah
kutemukan sebelumnya.
Hari-hari
setelah ia lahir berjalan dalam ritme yang tak pernah kukenal. Ada pagi yang
penuh tawa kecil, ada malam yang panjang dan sunyi namun tetap terasa hangat
karena napas lembutnya di pelukanku. Kadang aku merasa begitu lelah, tubuhku
mencari-cari sisa energi yang mungkin tertinggal. Kadang dadaku terasa penuh
oleh rasa takut—takut gagal, takut tidak cukup baik, takut tidak mampu
menjalani semuanya.
Namun
setiap kali kutatap wajahnya yang mungil, ada sesuatu yang membuatku kembali
kuat. Seperti dunia sedang mengingatkanku bahwa berhenti dari mimpiku bukanlah
menyerah, melainkan memilih untuk menjaga sesuatu yang baru tumbuh dengan
sepenuh hati. Bahwa langkahku memang melambat, tapi tidak pernah benar-benar
berhenti.
Ada
masa di mana aku duduk lama di tepi tempat tidur, memandangi langit di luar
jendela sambil mengingat hari-hari sebelum ia datang. Hidupku dulu terasa luas,
rasanya seperti aku bisa menempuh apa pun. Kini, hidupku terasa lebih kecil,
tetapi dalam ruang yang lebih kecil itu, aku menemukan kehangatan yang tak
tertandingi. Setiap geraknya, setiap helaan napasnya, seolah menenun ulang
diriku menjadi manusia yang berbeda.
Ia
tumbuh sedikit demi sedikit, dan bersamanya aku juga tumbuh—bukan sebagai
seseorang yang meninggalkan impiannya, tetapi sebagai seseorang yang sedang
merawat kekuatan untuk kembali mengejar mimpi itu suatu hari nanti. Dalam
setiap pagi yang kubuka dengan senyumnya, aku belajar bahwa perjalanan ini
bukan tentang kehilangan, melainkan tentang menemukan bentuk baru dari diriku.
Kadang-kadang
aku merindukan versi diriku yang dulu, yang berlari cepat. Tapi ketika anakku
merangkul jari-jariku dengan tangannya yang kecil, aku menyadari bahwa aku
tidak benar-benar kehilangan siapa pun. Aku hanya sedang belajar menjadi rumah
bagi seseorang yang melihatku sebagai dunianya.
Aku
menjalani hari-hari ini dengan hati yang lebih lembut. Aku menyimpan mimpiku
bukan untuk ditinggalkan, tetapi untuk dijaga sampai waktu memanggilku kembali.
Dan selama itu, aku akan berjalan pelan, menikmati setiap langkah, setiap
tumbuhnya dia, setiap keajaiban kecil yang ia hadirkan.
Perjalanan
kami masih panjang. Aku tidak tahu bagaimana bentuk masa depan nanti. Yang aku
tahu hanyalah bahwa untuk sementara waktu, dunia kecilku berada di antara
pelukanku dan napasnya. Dan itu cukup.
Untuk
saat ini, aku adalah rumah baginya.
Dan
perlahan, ia juga menjadi rumah bagi diriku sendiri.